Senin, Desember 10, 2007

Mbok Imah benar-benar telah berqurban...
(dari milis Sekolah Mutiara Bunda Cilegon - Kiriman Bapak Lutfi)
Ia biasa dipanggil Mbok Imah. Nama lengkapnya tidak banyak yang tahu, termasuk diriku. Mungkin Halimah, mungkin juga Salimah, Muslimah atau yang lain. Fisiknya tidak sebanding dengan usianya yang sudah tergolong uzur. Di atas 70-an.
Di tengah kehidupan yang individualistis sekarang ini, ia masuk dalam kelompok "makhluk langka". Disamping tinggal beberapa gelintir orang yang seusia dengannya, Mbok Imah adalah pekerja keras. Ia memiliki hobi suka membantu orang-orang dikampungku yang tengah punya hajatan seperti mantenan atau hajatan lain. Apapun ia kerjakan, menyapu lantai, mengisi bak mandi, membersihkan barang-barang pecah-belah yang kotor, menjemur kayu bakar, dan lain-lain. Nyaris tidak ada jeda waktu untuk istirahat bagi dirinya. Padahal secara fisik orang seusia dia seharusnya banyak beristirahat.
Kalau dikampung tidak ada yang sedang punya hajatan, ia sigap melakukan apa saja. Mulai dari membersihkan halaman masjid sampai membersihkan gang kampung pada sore hari manakala tidak hujan.
Semenjak ditinggal suaminya lebih dari lima belas tahun lalu, Mbok Imah hidup sebatang kara di sebuah gubuk tua di tepi sawah Pak Lurah. Menurut cerita orang, ia bukannya tidak punya anak. Kedua anak laki-lakinya, kata tetanggaku, merantau ke Jakarta selepas tamat Sekolah Dasar. Namun hingga Mbok Imah setua sekarang, kedua anaknya tidak pernah mudik. Entah apa yang terjadi kepada mereka berdua. Mbok Imah sendiri tampak selalu pasrah kepada Yang Maha Mengatur Kehidupan ini kalau diajak bercerita tentang kedua anaknya tersebut.
Selepas Shalat Idul Adha.........
Selepas Shalat Idul Adha di masjid, Pak Kyai langsung menuju halaman terbuka di samping kanan masjid. Aku termasuk rombongan pertama yang tibadi lokasi bersama Pak Kyai. Ketika sampai di tempat yang kutuju, Mbok Imah terlihat tengah membersihkan pelataran tersebut dari sampah-sampah yang berserakan. Satu per satu jamaah mulai tiba dipelataran yang tidak seberapa luas itu.
Seperti biasa, Pak Kyai ditunggu warga sekampung untuk memimpin acara penyembelihan hewan qurban. Tahun ini ada tujuh ekor kambing dan satu ekor sapi yang hendak disembelih. Seperti biasa, sebelum memimpin acara penyembelihan, Pak Kyai pun meraih mikropon yang telah disediakan panitia dan mengumumkan satu per satu nama-nama warga yang berqurban. Ketika mulai disebut nama-namanya, saya tidak terkejut karena nama-nama yang berqurban kambing itu adalah mereka yang masuk dalam kelompok aghniya (Kaya) di kampungku, tentu saja namaku juga disebut karena tahun ini aku ikut berkontribusi dengan satu ekor kambing. Ada yang berbeda pada mimik Pak Kyai sesaat sebelum menyebutkan siapa nama warga yang berqurban dengan seekor sapi. Aku melihat Pak Kyai menitikkan air mata, dan dengan suara bergetar ia menyebutkan nama MBOK IMAH! Subhanallah! Beberapa saat diriku ini, juga sebagian besar warga kampung yang hadir, tidak percaya dengan yang baru saja disebutkan Pak Kyai. Mbok Imah berqurban? Seekor sapi? Dari mana duwit yang ia belanjakan untuk membeli hewan qurban tersebut? Sejuta pertanyaan menggelayut di hatiku. Saya yakin semua warga kampungku, kecuali Mbok Imah sendiri tentunya, juga terus bertanya-tanya bagaimana bisa Mbok Imah membeli seekor sapi untuk qurban? Kalkulasi yang Salah.
Esok harinya, selepas shalat subuh di masjid aku sengaja mencegat Mbok Imah. Rasa penasaranku harus terjawab saat ini langsung dari sumbernya,yakni Mbok Imah sendiri. Demikian aku bertekad.Ketika ditanya darimana uang yang ia belanjakan untuk berqurban, Mbok Imah malah berujar "Mboten usah dipun penggalih, to Gus. Ingkang sampun kelampahan nggih sampun. (Nggak usah dipikirkan to Gus. Yang sudah berlalu biarlah berlalu)" demikian pesan Mbok Imah dengan muka penuh senyum mengembang. Senyuman yang membuat diriku malu. Ya, malu untuk melanjutkanpertanyaan kepada Mbok Imah.Hari ini aku telah mendapatkan pelajaran sangat berharga dari seorang maha guru spiritual yang tidak pernah aku temui di bangku sekolah. Mbok Imah telah membukakan mata hatiku bahwa kalkulasiku dalam berqurban selama ini ternyata salah. Kalimat "Mbok Imah berqurban dengan seekor sapi" terus terngiang-ngiang ditelingaku, menusuk ke jantung kalbuku. Memporak-porandakan logika matematikaku. Betapa tidak. Bagi seorang karyawan seperti diriku mungkin harga seekor sapi hanyalah sepersekian dari Bonus Akhir Tahun yang aku dapatkan dari perusahaan dimana diriku bekerja saat ini. Ya, jauh lebih kecil dari THR yang aku terima setiap menjelang Hari Raya. Sementara bagi sosok seperti Mbok Imah? Jangankan menerima THR, gaji pun tidak pernah ia terima kecuali sekedar 'uang terima kasih' ala kadarnya dari sokhibul bait sehabis Mbok Imah membantu usai hajatan. Namun Mbok Imah begitu mudahnya berqurban dengan seekor sapi. Saya pun yakin seyakin-yakinnya bahwa harga sapi yang Mbok Imah beli untuk qurban jauh lebih mahal dari harga gubuk tua yang ia jadikan tempat berteduh selama ini!
Mbok Imah benar-benar telah berqurban. Astaghfirullah
Be a smart manager , be a smart mother
(Dari milis Sekolah Mutiara Bunda Cilegon)

Berbicara tentang wanita dan dunianya berarti kita berbicara tentang peran seorang istri dan ibu. Wanita memiliki peran yang sangat penting dalam rumah tangga, sebagai seorang istri dan ibu. Sebagai seorang istri, seorang wanita berperan sebagai seorang manager untuk suaminya dan guru untuk anak-anaknya. Sebagai wanita kita membutuhkan wawasan yang luas tentang dunia anak, menyiapkan mereka menyongsong masa perkembangan maupun masa depan mereka.
Dalam masa perkembangan anak membutuhkan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya, terutama ibu karena peran ibu begitu penting sekali. Anak yang mendapat perhatian dan cukup kasih sayang serta sehat dan cerdas akan menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Hanya individu yang sehat secara fisik, psikologis dan spiritual (rohani) yang mampu menjalani kehidupannya secara sehat dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Para pakar psikologi menyatakan bahwa proses perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor nature (bawaan) dan nurture (lingkungan). Kondisi-kondisi fisik dan karakteristik psikologis tertentu yang dililiki anak sejak lahir berinteraksi dengan berbagai stimulasi dan pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan keluarga dan sekolah menjadi “kunci” pembentukan kepribadian anak di tahun-tahun awal perkembangan mereka hingga sebelum masa remaja. Orangtua dan guru merupakan significant persons yang mempengaruhi proses perkembangan dan pembentukan kepribadian anak.
Perkembangan kepribadian yang sehat erat hubungannya dengan berkembangnya kecerdasan emosi (aspek psikososial) anak. Hali ini ditandai dengan dimilikinya pemahaman diri yang mencakup konsep diri positif, harga diri (self-esteem) tinggi, kemampuan mengelola emosi dan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan untuk memahami orang lain dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. (Hidayat, 2001).
Untuk mengembangkan kepribadian yang sehat dan membentuk perilaku positif pada anak, maka orang tua dan guru perlu melakukan upaya-upaya sbb:

- Memahami dan menerima anak sebagai individu yang unik.
- Menjadi contoh (model) yang positif.
- Memberi umpan balik (feedback) terhadap perilaku anak.
- Memberi perhatian terhadap pembicaraan dan aktivitas anak.
- Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar dari pengalaman.
- Menumbuhkan penghargaan diri dan orang lain.
- Menumbuhkan tanggung jawab dan kemandirian anak.
- Mengembangkan rasa humor.
- Mengembangkan hati nurani dan sikap religius.
- Mencintai anak ‘tanpa syarat’.

Setiap anak adalah unik dengan ciri kepribadian yang unik pula. Orang tua dan guru merupakan figur penting yang berperan besar dalam mengembangkan kepribadian sehat/positif pada anak. Dengan memiliki kepribadian yang sehat anak mampu memahami diri, mengelola emosi dan memotivasi dirinya, memahami orang lain dan mampu menjalin relasi sosial secara sehat di lingkungan manapun dia berada. Perkembangan kepribadian yang sehat ditandai oleh berfungsinya secara “baik” berbagai aspek fisik, psikologis, dan kerohanian individu. Mendidik anak bukan hanya berarti mengajarkan keterampilan membaca, menulis dan berhitung, melainkan juga membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan memiliki hati nurani, serta punya motivasi untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain/lingkungan.
Membangun mental positif atau membina kepribadian sehat pada anak perlu dilakukan sejak dini, melalui contoh konkrit perilaku dan emosi orang tua dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat menjadi model (teladan) yang positif bagi perkembangan kepribadiannya sendiri secara positif.
Hanya bejana yang terisi airlah yang mampu mengisi gelas-gelas kosong; hanya pribadi yang sehat (positif) akan mampu membuat pribadi lain menjadi sehat (positif) pula.(sumber: festival seminar dan pameran pendidikan 2006)
Orang tua adalah guru utama bagi anak. Sebagai model anak, orangtua menunjukkan prinsip hidup yang benar serta senantiasa harus berkata dan berlaku benar. Sebagai sahabat anak, orangtua juga harus siap berbeda pendapat dengan anak secara bijaksana tanpa anak harus kehilangan sikap santunnya. Sebagai busur, orangtua menjadi pendorong anak untuk maju menggapai masa depannya dan pendukung terkuat saat mata panah itu tak menitik tempat yang tepat. (Sumber: Inspiredkids)
Wahai ukhti marilah kita bersiap untuk menjadi a smart mother untuk generasi ke depan, perkembangan zaman ini memang menuntut kita untuk berperan ganda, sebagai guru dan ibu untuk anak-anak kita kelak. Zaman sekarang para wanita juga banyak yang meniti karir atau hanya sekedar membantu suami, satu yang harus kita ingat anak dalam masa perkembangannya sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang cukup. So, luangkan lah waktumu di sela-sela kesibukan untuk memperhatikan buah hati, menanyakan tentang perasaannya atau bersenda gurau dengan mereka.
Semoga tulisan ini berguna untuk kita semua, mohon maaf bila ada kekeliruan/kesalahan.

Kamis, November 29, 2007

Dr Hidayat Nur Wahid MA:
Menjaga Lingkungan Pesan Utama Islam
dari Republika Online
Sebagai agama, Islam sangat peduli pada lingkungan. Sejak awal, misi Islam adalah rahmatan lil'alamin (rahmat bagi seluruh alam). Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lingkungan agar tercipta kehidupan yang harmonis dari generasi ke generasi. ''Wajar sekali jika sejak awal idiologi Islam adalah idiologi yang menegaskan pentingnya manusia sebagai hamba Allah untuk peduli dan menyelematkan lingkungan, ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Dr Hidayat Nur Wahid MA.
Lingkungan yang rusak, kata dia, tak hanya dirasakan oleh pelaku semata, tapi juga oleh masyarakat yang lainnya. Karena itulah Islam menekankan pentingnya menjaga lingkungan,'' tambahnya. Berikut ini wawancara lengkap dengan salah satu pembicara dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali ini mengenai konsep Islam terhadap lingkungan:
Bisa dijelaskan pandangan Islam terhadap lingkungan?
Islam sebagai agama yang sejak awal menegaskan misinya sebagai rahmatan lil'alamin, tentulah karenanya sangat peduli dengan masalah lingkungan. Allah SWT dalam pandangan Islam disebut juga sebagai rabbul'alamin, karenanya Allah lah yang menciptakan seluruh jagad raya dan seisinya dan karenanya Ia menciptakan lingkungan bagi manusia.
Wajar sekali jika sejak awal idiologi Islam adalah idiologi yang menegaskan pentingnya manusia sebagai hamba Allah untuk peduli dan menyelamatkan lingkungan. Karena itulah manusia disebut khalifah. Khalifah artinya wakil Allah di muka bumi yang terus menerus menghadirkan proses regenerasi untuk hadirnya kepemimpinan maupun hadirnya kehidupan yang bisa diwarisi oleh generasi yang akan datang. Itu tidak mungkin terjadi, kalau manusia mengabaikan perannya sebagai hamba Allah yang rabbul'alamin itu, kemudian tidak mengikuti Rasulullah SAW yang risalahnya adalah rahmatan lil'alamin termasuk untuk alam itu, dan tidak mungkin akan terjadi kalau manusia tidak melakukan peranan ubudiyah dan imaratul ardh (memakmurkan bumi).
Menjaga alam adalah perintah Allah, ya?
Allah SWT dalam Alquran surat Hud (11) ayat 60 berfirman yang artinya: ''Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata, 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).''
Kalau Allah memerintahkan kita untuk memakmurkan kehidupan di bumi, itu artinya adalah Allah memerintahkan kita untuk merealisasikan cara bagaimana agar kemakmuran itu bisa diwujudkan. Dalam kaitan ini ada kaidah usul fikih yang menyebutkan Al Amru bisysyai, amrun bi wasailihi (Perintahkan sesuatu, artinya juga memerintahkan sarana, yang dengan cara itu sesuatu itu bisa diwujudkan).
Teologi Islam dibangun atas dasar teologi yang positif, konstruktif, manusia memakmurkan kehidupan dan dengan cara itu manusia menjaga lingkungannya. Menjaga lingkungan bukan hanya untuk dirinya, bahkan Allah menugaskan kita sebagai khalifah, sebagai wakil Allah di muka bumi. Menjaga alam agar kehidupan bisa terus dinikmati oleh generasi selanjutnya. Dan generasi yang akan datang tidak mungkin bisa menikmati kehidupan, bila generasi yang sekarang lupa dengan tugas ini.
Jadi, peran manusia sangat sentral dalam hal ini?
Ya. Allah SWT tegas berfirman dalam Alquran surat Al Qhashash (28) ayat 77 yang artinya: ''Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.''
Dalam ayat itu sangat ditegaskan kita harus berbuat baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Bisa kita lihat, Allah telah dengan ihsan-Nya menciptakan alam dan diberikan secara gratis kepada kita. Karena itu sangat wajar bila kita juga berbuat baik terutama kepada lingkungan sebagaimana Allah telah berbuat kepada kita. Memang ketika Allah menciptakan bumi dan seisinya, juga ada potensi-potensi untuk gempa bumi, tsunami, angin ribut, patahan lempengan bumi yang bisa bergerak dan bertemu.
Karena memang Allah SWT menciptakan bumi, langit dan gunung bisa bergerak, tetapi itu semua sesungguhnya dihadirkan bukan untuk mengazab manusia, tapi untuk mengingatkan jangan sampai bumi dan seisinya ini dirusak. Kalau tidak dirusak, bumi dan yang lainnya tidak akan menyengsarakan manusia.
Sayangnya, manusia sering jadi pelupa. Pelupa kadang-kadang bukan pelupa biasa. Lupa karena dibisiki setan, lupa karena dibisiki dolar. Manusia sering lupa karena potensi dalam dirinya yaitu potensi lawwamah sehingga ia merusak alam.
Manusia yang paling bertanggung jawab terhadap alam yang rusak?
Persis. Allah SWT dalam Alquran surat Ar-Ruum ayat 41 menyebutkan kerusakan yang terjadi di bumi dan seisinya itu karena ulah tangan manusia. Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengingatkan kerusakan yang ditimbulkan tangan-tangan manusia, akan menghadirkan dampak negatif yang akan mereka rasakan bukan hanya di neraka, bukan hanya di alam kubur, bukan hanya nanti di akhirat yang orang lain tidak bisa menyaksikannya, tapi juga dampak negatifnya bisa mereka rasakan sekarang ini ketika mereka masih hidup.
Mereka terkena dampak dari akibat pemanasan global. Kita tahu, di Eropa mana ada orang mati gara-gara kepanasan? Tapi tahun lalu sudah ada beberapa yang mati akibat kepanasan. Kita juga mana pernah terjadi banjir di Inggris, kemarin ini banjir besar melanda Inggris. Seperti juga di Indonesia mulai tsunami, angin kencang dan lain sebagainya. Tentunya tidak semua orang berbuat keburukan. Masih ada di antara mereka yang berbuat kebaikan. Tapi masalahnya, bila ada kejahatan atau keburukan yang terjadi, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para pelaku, tapi juga orang baik pun bisa ikut merasakannya.
Komentar Anda tentang Konferensi Perubahan Iklim?
Kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang ini seperti global warning ini bukan peristiwa yang terjadi akibat seseorang di suatu kampung atau di suatu negara, tapi karena perilaku global. Kata-kata la'allahum yarji'un (mudah-mudahan mereka segera kembali, red) bukan dimaksudkan hanya orang Indonesia atau hanya orang yang beragama Islam saja, tetapi apa pun agamanya, apa pun latar belakang ras dan kewarganegaraannya, mereka harus kembali menyadari untuk menjaga alam laingkungan, mereka harus sadar untuk tidak merusaknya. (dam)
Anak Sering Nonton TV, Orangtua Harus TTS
Oleh : Melly Febrida - detikcom Jakarta -
Kesibukan orang tua membuat waktu bersama anak hanya 20 menit pada weekend. Anak-anak pun merasa sumpek karena tidak mendapat perhatian. Mereka akhirnya lari ke televisi (TV), internet, play station (PS). Orangtua pun diwanti untuk TTS. Artinya tegas, tegar dan sabar dalam menentukan jadwal. "Berdasarkan penelitian YPMA, anak-anak menonton TV 30-35 jam/minggu atausekitar 1.560-1.820 jam/tahun, bermain PS selama 10 jam/minggu. Belum termasuk internet dan HP. Sedangkan untuk belajar hanya 1.000 jam/tahun,"kata psikolog Elly Risman Musa SPsi.Elly menyampaikannya dalam Media edukasi bertemakan Modalitas Visual Dukung Optimalkan Kecerdasan Anak di Hotel Le Meridien, Sudirman, Jakarta, Rabu(28/11/2007).
Jika orangtua tidak TTS, lanjut Elly, aturan jadi tidak efektif. Selain itu anak hendaknya dianggap sebagai pribadi. "Kekeliruan terbesar suka orang tua nggak baca bahasa tubuh dan mengabaikan perasaan," imbuhnya.
Elly menjelaskan, di era layar ini, memang banyak manfaat yang didapat seorang anak dari kemajuan teknologi. Namun era layar ini juga berdampak negatif terhadap perkembangan anak, baik fisik maupun jiwa. Teknologi layar, lanjut Elly, akan mempengaruhi otak, mata, dan jiwa serta prilaku mereka. Dengan menonton TV, mata anak akan searah sehingga tubuh tidak bergerak. Menurut Elly, menonton TV bagi anak juga tak hanya bisa dibatasi, orangtua juga harus menyiapkan kegiatan pengganti yang sama menariknya.
"Harus ada kesepakatan antara oangtua dengan anak untuk menentukan jadwal menonton dan bermain, dan khusus untuk televisi harus disepakati mengenai posisi menonton," imbuhnya. Anak bukan berarti harus dijauhi dari teknologi. Orangtua harus berkaca sejauh mana mereka mengetahui dampak era layar ini. Terkadang orangtua sekolah untuk ahli dalam kerjaan, tapi malah tak siap jadi orangtua.
Orangtua diharapkan tidak saling berharap karena orangtua punya andil dalam habit anak. "Sudah mama urus saja dulu, kalau yang tidak bisa nanti kasih tahu papa. Itu sudah tidak masanya lagi," ujarnya.
Multiple Intelligences Concept
Kiriman : Sigit Wijayanto (milis Sekolah Mutiara Bunda Cilegon)
Ada sebuah ilustrasi menarik yang dibuat oleh Thomas Armstrong ("In Their Own Way: Discovering and Encouraging Your Child's Multiple Intelligences"), untuk menggambarkan konsep Multiple Intelligences.

Ilustrasi itu berupa dongeng dalam dunia binatang.
Alkisah, pada suatu para binatang besar di hutan ingin mengadakan sekolah bagi para binatang kecil. Para binatang besar itu ingin mengajarkan mata pelajaran yang dianggap penting untuk keberhasilan hidup di hutan, yaitu pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
Tetapi, para binatang besar itu tak dapat sepakat untuk menentukan mata pelajaran mana yang paling penting. Sebagai keputusan, seluruh siswa diharuskan mengikuti seluruh mata pelajaran.
Saat sekolah dibuka dan menerima murid dari penjuru hutan, semuanya berbahagia. Semua berjalan lancar dan bergembira pada awalnya sampai suatu ketika terjadi peristiwa.
Seekor kelinci yang menjadi siswa di sekolah tersebut mengalami masalah. Tak ada seorang pun di hutan yang tak mengetahui bahwa kelinci terkenal piawai berlari. Tapi saat mengikuti kelas berenang, ternyata kelinci nyaris tenggelam. Pengalaman itu mengguncangkan kelinci. Dia berusaha terus berusaha mengikuti pelajaran berenang walaupun berada dalam trauma. Akibatnya, kelinci tak dapat lari secepat sebelumnya.
Demikian pun murid lain menghadapi masalah. Elang yang dikenal jago terbang ternyata menghadapi masalah dalam pelajaran menggali. Dia tak dapat berprestasi dalam pelajaran menggali sehingga harus belajar ekstra yang membuatnya melupakan keahlian terbangnya.
Demikianlah, kesulitan demi kesulitan dialami oleh binatang-binatang kecil lainnya, seperti bebek, burung pipit, bunglon, ular, dan sebagainya. Para binatang kecil itu tidak memiliki kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
Melalui ilustrasi di atas, Thomas Armstrong mencoba menggambarkan posisi teori Multiple Intelligences yang dipelopori oleh Howard Gardner. Kecenderungan model pembelajaran di sekolah yang hanya mengembangkan dua jenis kecerdasan (kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika) sering membuat anak-anak dinilai gagal. Padahal, anak-anak yang dianggap gagal dalam sistem sekolah tersebut mungkin memiliki bentuk kecerdasan lain (kecerdasan ruang/spasial, kinestetis-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis).
Walaupun mereka tidak kompatibel dengan sistem sekolah yang ada, bukan berarti mereka bodoh dan tak akan berhasil di masyarakat. Mereka hanya memiliki kecerdasan dan cara belajar yang berbeda dengan yang biasanya digunakan di sekolah pada umumnya.

Senin, November 26, 2007

DISLEKSIA (KESULITAN MEMBACA)
Belum dapat membaca bukan berarti anak tidak dapat membaca , berilah mereka pengajaran yang berbeda
Oleh: Pak wahyu

Di setiap sekolah sering kita jumpai sebagian besar anak Sekolah yang kemampuan membaca, menulis dan mengejanya berada di bawah nilai rata-rata. Apalagi di setiap Sekolah-sekolah pavorit telah menggunakan peraturan dan persyaratan bahwa setiap anak yang baru mau masuk sekolah dasar kelas satu harus bisa membaca dan menulis. Hal tersebut sangatlah memberatkan bagi orang tua yang ingin memasukkan anaknya ke Sekolah tersebut. Belum lagi ketika anak sudah mulai belajar di sekolah, kesulitan yang memang sudah dimiliki oleh anak akan mempengaruhinya secara psikologis. Anak akan merasa tertekan dan stress, motivasinya menurun dan percaya dirinya berkurang. begitu juga prestasi akademiknya. Walaupun anak pada mata pelajaran tertentu tidak mengalami masalah, tetapi kesulitan yang dimiliki anak akan menghambat prestasi belajarnya.
Ketika menjelang pembagian penerimaan raport, mungkin sebagian orang tua akan terkejut tatkala melihat nilai rapor anaknya jelek. Kemudian orang tua tersebut menanyakan kepada gurunya, “Kenapa anakku nilai rapornya jelek?”. Orang tua pun mendapat jawaban yang tidak enak didengar, bahwa anaknya itu malas belajar. Para orang tua dan guru tidak menyadari bahwa salah satu penyebab kenapa nilai rapor anak tersebut jelek? “Dikarenakan anaknya mengalami kesulitan membaca (disleksia).”
Contoh kasus di atas, mungkin sering kita jumpai dan kita dengar pada saat penerimaan raport tiba . Oleh karena itu, kita dituntut untuk mengetahui dan memahami seberapa jauh kita mengenal anak penyandang disleksia tersebut, agar dapat membantu kita untuk memecahkan masalah dan memberikan intervensi dan treatment yang tepat kepada anak-anak yang memiliki kesulitan seperti di atas.

Apa sebenarnya Disleksia?
Istilah disleksia berasal dri bahasa Yunani kuno, yakni dys: tidak memadai, dan lexis: kata/bahasa. Jadi, disleksia adalah kesulitan belajar yang terjadi karena anak bermasalah dalam mengekpresikan ataupun menerima bahasa lis an maupun tulisan.masalah tersebut tercermin dalam kesulitan anak untuk membaca, mengeja, menulis, berbicara, atau mendengar.

Kenapa Anak Itu tidak mau sekolah…?
Awal bulan pertama duduk di kelas 1 SD, Rendra amat gembira menikmati hari-harinya bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, saat teman-temannya sudah mulai bisa membaca, ia masih bergulat dengan kesulitan yang dihadapinya. “Memikir dulu ini huruf apa, bacanya bagaimana?” paparnya. Saat itu belum ada yang tahu bahwa ia penyandang disleksia.
Pada saat itu, ibunya, Lina teringat cerita tentang anaknya. Setiap pagi menjelang berangkat sekolah, ada saja alasan Rendra untuk tidak mau pergi ke sekolah. Ibunya pusing kenapa anaknya tiba-tiba berubah tidak mau berangkat ke Sekolah. “Tetapi, pada siang hari ia senang-senang saja,” kenangnya. Suatu waktu, Lina memergoki anak tunggalnya itu tengah menangis di kamarnya. “ Bu, apakah di dunia ini, hanya aku yang tidak dapat membaca?” Tanya Rendra sambil berurai air mata membasahi pipinya. Mungkin perasaan Rendra dapat juga dirasakan oleh para penyandang disleksia lainnya.
Di tahun 1994 Orton Dyslexia Society mendefinisikan dyslexia sebagai berikut :
“satu diantara beberapa ketidakmampuan belajar, merupakan penyebab utama terjadinya kesulitan berbahasa yaitu kesulitan menguraikan kata tunggal, biasanya menunjukkan ketidak kemampuan dalam memprosesan fonologis. Kesulitan dalam menguraikan kata tunggal ini berkaitan dengan usia dan kemampuan kognitif serta akademik lainnya; itu semua bukan akibat dari ketidakmampuan perkembangan / fase perkembangan secara umum (generalized developmental disability) atau kelemahan penginderaan (sensory impairment). Disleksia ditunjukkan dengan kesulitan yang mencakup bahasa atau disebut juga masalah dalam membaca, dan paling menonjol masalah prestasi dan kemampuan menulis dan mengeja” (Lyon 1995:9)
Jadi, disleksia adalah adanya hambatan/ gangguan dalam perkembangan kemampuan membaca pada anak dalam fase perkembangan. Namun, penyebabnya bukanlah dari tingkat kecerdasan yang rendah, gangguan penglihatan/ pendengaran, gangguan neurologis ataupun kurangnya kesempatan berlatih.
Seperti pada kesulitan berhitung (diskalkulia), kesulitan menulis ekspresif (disgrafia), masalah penyandang disleksia adalah sistimatika pemrosesan di dalam otak. Tak heran, seringkali ada perbedaan nyata antara nilai IQ mereka dengan nilai prestasi akademik di sekolah.
Menurut Dr. Ika Widyawati SpKJ mengatakan bahwa ada tiga gejala pokok yang nampak pada anak penyandang disleksia: 1. Tidak teliti dalam membaca; 2. Membaca dengan lambat; dan 3. Pemahaman yang buruk dalam membaca. Anak disleksia kira-kira mencapai jumlah 10% dari anak usia sekolah. Perbandingannya pada anak laki-laki dan perempuan sebesar 3:1.
Hal senada juga di kemukakan oleh para ahli yang mengatakan bahwa: gejala – gejala yang mendasar yang sering dikaitkan dengan kondisi ini, meliputi:
· kesulitan berbicara dan bahasa (terutama terjadi pada anak-anak ).
· memory verbal jangka pendek yang lemah.
· kesulitan dalam menyusun dan mengurutkan.
· grogi (clumsiness).
· kurang konsisten dalam pilihan. (huruf, suku kata, kata maupun kalimat).
· frekuensi dan itensitas penggunaan huruf terbalik-balik.
(b untuk d, p untuk q).
· kefasihah verbal yang rendah.
Gejala – gejala di atas, juga sering ditemukan pada anak-anak yang tidak mempunyai kesulitan membaca dan mereka yang tidak dianggap sebagai kesulitan membaca. Lebih jauh lagi, pendapat di atas menjadi sebuah awal beberapa perdebatan apakah gejala-gejala itu menjadi penyebab atau akibat dari kegagalan membaca.
Dengan demikian, gejala-gejala yang sudah tampak, tidak cukup untuk membantu praktisi dalam membuat suatu diagnosis, karena memerlukan suatu analisis-analisis yang lebih intensif dan kompeten terhadap masalah ini.
Kesulitan membaca itu bisa muncul dalam berbagai bentuk. Ada yang dapat mengeja tapi tidak mampu membaca dalam kata. Misalny a, sakit dibaca saku, putih dibaca putu. Ada juga yang membaca terbalik, topi dibaca ipot, minum dibaca munim. Sulit membedakan huruf b dan d, g dan p, khususnya huruf kecil.
Selain dari faktor bahasa, pada anak disleksia seringkali terdapat gangguan perkembangan lain. Misalnya, konsentrasi mudah teralih, kontrol diri yang kurang, impulsive. Contoh konkretnya, terkadang anak mengalami kesulitan melempar-tangkap bola atau mengikatkan tali sepatu. Kesemuanya itu merupakan manifestasi dari kedisleksiaannya tersebut.
Bila tak segera mendapat penanganan yang baik, kesulitan belajar bisa memberikan dampak negatif bagi anak. Label bodoh, pemalas, dan ceroboh dapat membuat mereka terganggu secara emosional dan dapat mempengaruhi perilaku dalam bertindak. Gangguan ini bisa mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.

Berilah mereka pengajaran yang berbeda
Anak-anak disleksia bukanlah mereka yang penyandang terbelakangan mental (Tunagrahita) atau mereka yang rendah tingkat kecerdasannya. Rendra, misalnya, memiliki IQ 126. malangnya, di tengah sistem pendidikan yang memberlakukan semua siswa secara seragam, tanpa kompromi, akan mematikan potensi anak. Ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.
Sejarah telah membuktikan bahwa banyak penyandang disleksia yang akhirnya berhasil. Mereka adalah para tokoh yang sangat berpengaruh tehadap kelangsungan hidup orang banyak. Contohnya: Inventor Thomas Alva Edison, Agatha Christie, Lee Kuan Yew, dll.
Untuk itu, anak-anak yang mengalami kesulitan belajar disarankan untuk bersekolah di sekolah umum yang menggunakan pendekatan ‘active learning and inklusive’. Pendekatan ini berpendapat bahwa kesalahan terpusat pada sistem pendidikan yang ada dan bukan pada anak yang memiliki kebutuhan khusus. Jika anak tidak dapat belajar dengan baik maka bukan salah anak tersebut, melainkan kesalahan sistem yang ada.
Oleh sebab itu kita harus merubah sistem yang ada, sehingga akan menciptakan hubungan yang sejajar antara anak normal dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Sistem pendidikan ini digambarkan “sebuah meja yang memiliki lubang berbagai bentuk, maka balok-balok (anak) tadi dapat masuk sesuai dengan lubang yang ada”. Kelebihan pada pendekatan pendidikan inklusi ini adalah:
@ Mengakui perbedaan
@ Memanfaatkan sumber daya yang ada
@ Menerima semua siswa
@ Pendidikan bukan hak istimewa untuk beberapa anak melainkan semua
@ Layanan diberikan pada semua anak
@ Memberikan layana n pendidikan agar mempunyai layanan yang baik
@ Mengakomodasi semua anak (memberikan kesempatan yang sama pada semua anak)
@ Pemecahan masalah semua system yang menunjang pendidikan anak
@ Mengubah kurikulum yang digunakan menjadi fleksibel (kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak)
Pendekatan inklusi tumbuh dari apresiasi dan menghargai atas keberagaman (heterogenitas) di sekitar sekolah bukan pada sumber dayanya. Hasil dari pendekatan inklusi ini juga akan lebih fleksibel, inovatif dan terbuka.
Alternative selain menyekolahkan anak di sekolah dengan pendekatan inklusi, penyandang disleksia juga harus dibekali salah satunya yaitu dengan terapi remedial / terapi akademik.
Memanfaatkan Waktu
Oleh : Ichwan Mahmudi

Rasulullah SAW bersabda, ''Ada dua nikmat, di mana banyak manusia tertipu di dalamnya, yakni kesehatan dan kesempatan.'' (HR Bukhori). Hadis di atas menjelaskan pentingnya memanfaatkan kesempatan (waktu), karena tanpa disadari banyak orang terlena dengan waktunya. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Khuluqul Muslim menerangkan waktu adalah kehidupan. Karena itu, Islam menjadikan kepiawaian dalam memanfaatkan waktu termasuk di antara indikasi keimanan dan tanda-tanda ketakwaan. orang yang mengetahui dan menyadari akan urgennya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kebahagiaan.
Sebaliknya, orang yang tidak mengenal pentingnya waktu, ia seakan-akan hidup dalam keadaan mati, meski hakikatnya ia bernapas di muka bumi. ''Allah bertanya, berapa tahunkah lamanya engkau tinggal di bumi? Mereka menjawab, kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyalah kepada orang-orang yang menghitung.'' (QS Al-Mu'minun [23]: 112- 113). Ayat di atas menunjukkan orang-orang yang tidak mengetahui pentingnya waktu seakan-akan hanya hidup sehari atau setengah hari, karena mereka tidak memahami arti umur, tidak mampu menguasai dan mengisinya dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat.
Membiarkan waktu terbuang sia-sia dengan anggapan esok masih ada waktu merupakan salah satu tanda tidak memahami urgensi waktu, padahal ia tidak pernah datang untuk kali kedua. Dalam pepatah Arab disebutkan ''Tidak akan kembali hari-hari yang telah lampau.'' Sementara Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam bukunya Al-Fawaid menerangkan, ''Menyia-nyiakan hati disebabkan sikap yang lebih memprioritaskan kehidupan dunia dari akhirat, dan membiarkan waktu terbuang dengan anggapan esok masih ada waktu.''
Salah satu cara memanfaatkan waktu adalah menggunakannya untuk taat dan beribadah kepada Allah. Dalam kitab Fathul Baari diterangkan, ''Barangsiapa menggunakan kesempatan dan kesehatannya untuk taat kepada Allah, dialah orang yang amat berbahagia. Dan barangsiapa menggunakannya dalam bermaksiat kepada-Nya, dialah orang yang tertipu. Karena kesempatan senantiasa diikuti kesibukan dan kesehatan akan diikuti masa sakit.''